(Part 2 dari toxic positivity)
"To love oneself is the beginning of a lifelong romance."— Oscar Wilde
"Self-love itu penting, nggak sih? Jangan-jangan malah jadi egois?"
Di zaman sekarang, kita sering banget denger kata-kata kayak “cintai diri sendiri” atau “prioritaskan diri kamu dulu.”
Di media sosial, self-love hampir jadi tren yang nggak pernah mati, kan?
Banyak banget tips tentang gimana cara merawat diri, mulai dari skincare routine yang panjang, ngegym biar body goals, sampe meditasi buat kesehatan mental. Semua itu buat ngingetin kita bahwa, "Kamu berharga, kamu layak bahagia!"
Tapi, pernah gak sih, kamu ngerasa kalau terlalu fokus sama diri sendiri malah bikin kita lupa sama orang lain? Contoh gampangnya, kamu lagi “me time” sambil scroll Instagram, tiba-tiba nemu postingan temen yang lagi susah.
Mau bantu, tapi kayaknya lagi capek banget buat mikirin orang lain, deh. Nah, disitu mulai timbul pertanyaan
"Apakah self-love yang kita kejar ini malah bikin kita jadi terlalu egois?"
Di artikel ini, kita bakal bahas nih gimana caranya menyeimbangkan antara merawat diri sendiri dan tetap punya empati terhadap orang lain.
Soalnya, kadang jadi egois juga penting, loh. Tapi, gimana caranya supaya nggak kelewatan? Apakah ada cara buat tetep sayang diri tapi nggak lupa untuk peduli sama orang lain di sekitar kita?
Yuk, kita ulik lebih dalam, karena mungkin kamu juga butuh tahu sejauh mana self-love itu sehat, dan kapan kita mulai jatuh ke jurang egoisme.
Apa Itu Self-Love?
Pada dasarnya, self-love itu bukan cuma soal treatment buat diri sendiri kayak skincare routine atau beli barang yang bikin kita happy.
Ini lebih ke bagaimana kita menerima diri kita dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada.
Self-love itu tentang berhenti mengkritik diri sendiri terlalu keras, menghargai diri, dan memberi ruang untuk kita berkembang tanpa merasa bersalah.
Misalnya, kamu mungkin nggak sempurna, mungkin kadang overthinking, atau ada sifat-sifat yang kamu anggap nggak ideal.
Nah, self-love itu adalah menerima semua itu dengan lapang dada, dan sadar kalau kita punya hak untuk bahagia dan mencintai diri sendiri, meskipun nggak selalu sempurna.
Tapi, ada satu hal yang penting. Tanpa batasan, self-love bisa jadi berbahaya. Ketika kita terlalu fokus hanya pada diri sendiri, kita bisa terjebak dalam kecintaan yang berlebihan pada diri kita sendiri, yang akhirnya malah bikin kita merasa kosong atau jadi terlalu egois.
Contoh gampangnya, bayangin kamu lagi asyik banget dengan rutinitas self-care kamu, kayak meditasi atau berolahraga, tapi akhirnya kamu jadi mengabaikan teman yang lagi butuh dukungan. Padahal, kalau kamu sadar bahwa keseimbangan itu penting, kamu bisa menjaga diri tanpa mengabaikan orang lain yang juga butuh banget perhatian kamu.
Self-love yang sehat itu penting karena bisa bantu kita jadi lebih bahagia, lebih percaya diri, dan lebih siap menghadapi kehidupan dengan lebih positif. Tapi, seperti obat, semuanya harus dalam dosis yang tepat.
Terlalu banyak atau terlalu sedikit keduanya bisa punya dampak buruk. Self-love yang seimbang justru bisa bikin kita merasa lebih baik tentang diri kita sendiri tanpa harus kehilangan hubungan dan empati kepada orang lain.
Jadi, gimana cara kita bisa punya self-love yang sehat dan nggak jatuh ke dalam jebakan egoisme? Yuk, lanjut ke pembahasan berikutnya!
Self-Love yang Sehat vs Egoisme
Di zaman sekarang, di mana banyak banget orang yang fokus ke "me-time" atau self-care, kadang kita bisa kebingungan, seberapa jauh sih sebenarnya kita harus mencintai diri sendiri? Dan, kapan kita tahu kalau sudah terjebak dalam egoisme?
Apa Itu Egoisme?
Egoisme itu bisa dibilang sebagai pola perilaku di mana kita lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri, tanpa mempertimbangkan perasaan atau kebutuhan orang lain.
Meskipun terdengar mirip dengan self-love, egoisme itu lebih berfokus pada diri sendiri tanpa peduli apakah kita sudah melukai atau mengabaikan orang lain di sekitar kita.
Tanda-Tanda Self-Love Sudah Menjadi Egoisme
Nah, kalau kamu mulai merasa kebingungan antara self-love yang sehat dan egoisme, berikut adalah beberapa tanda-tanda yang bisa kamu waspadai
Terlalu Fokus pada Diri Sendiri
Self-love bisa berubah jadi egoisme kalau kita terlalu fokus pada diri sendiri, sampai lupa sama orang-orang yang kita sayangi.
Dalam sebuah studi tahun 2015 tentang self-focus dan kepuasan pernikahan, pasangan yang terlalu fokus pada diri sendiri cenderung merasa hubungan mereka jadi kurang memuaskan dan lebih rentan terhadap konflik.
Misalnya, kamu sering banget meluangkan waktu buat me-time, seperti pergi ke spa atau melakukan aktivitas yang bikin kamu bahagia. Tapi, di sisi lain, di hari-hari biasa, kamu sibuk kerja full-time dan nggak punya waktu buat sekadar ngobrol atau menghabiskan waktu dengan orang tua atau pasanganmu.
Lama-lama, mereka bisa merasa kayak kamu nggak lagi peduli atau nggak menghargai waktu bersama mereka. Jika terus seperti ini, hubungan kalian bisa mulai terasa jauh, dan yang seharusnya jadi tempat untuk saling mendukung, malah jadi terasa terabaikan.
Ingat, merawat diri memang penting, tapi jangan sampai melupakan orang-orang yang selama ini selalu ada buat kamu. Self-love yang sehat itu bukan hanya soal memberi waktu untuk diri sendiri, tapi juga menyadari betapa berharganya waktu yang kita bagi dengan orang lain.
Kehilangan Empati
Ketika kita nggak lagi peduli dengan perasaan orang lain, atau bahkan merasa kayak nggak perlu memberi dukungan sama sekali, itu bisa jadi sinyal bahwa kita udah terlalu terfokus pada diri sendiri.
Misalnya, kamu tahu temanmu lagi berjuang melawan depresi berat. Tapi karena kamu terlalu sibuk dengan kebahagiaan pribadi, misalnya liburan, kamu memilih untuk nggak peduli dan nggak memberikan perhatian. Meskipun kamu tau dia sangat membutuhkanmu.
Kamu mengabaikan pesan-pesan mereka, atau bahkan berpura-pura nggak tahu mereka butuh bantuan.
Ini bisa jauh lebih parah daripada cuma kehilangan hubungan. Kamu bisa kehilangan orang yang selama ini benar-benar peduli sama kamu, dan hubungan yang seharusnya penuh kasih sayang, malah berubah jadi penuh jarak dan ketidakpedulian.
Akhirnya, ketika kamu butuh dukungan, mereka mungkin sudah terlalu terluka untuk kembali memberi perhatian.
Self-love yang sehat itu bukan cuma soal menjaga diri sendiri, tapi juga tentang tidak menutup hati terhadap orang lain yang membutuhkan kita. Kita bisa bahagia tanpa harus mengorbankan perasaan orang lain.
Mengisolasi Diri
Saat self-love mulai berubah jadi egoisme, kita bisa mulai mengisolasi diri tanpa sadar. Kita merasa kebahagiaan pribadi kita lebih penting dari hubungan sosial, dan mulai menghindari orang lain.
Kita jadi merasa lebih nyaman di dunia kita sendiri, berpikir bahwa "sendirian lebih baik" daripada berinteraksi dengan orang lain.
Bayangin kalau kamu mulai berpikir dunia luar itu "terlalu banyak drama" atau "nggak sebanding dengan kenyamanan pribadi". Kamu mulai menutup diri dari orang lain, berpikir nggak butuh mereka.
Meskipun ini bisa terasa nyaman sementara, ternyata bahaya jangka panjangnya besar. Kehilangan koneksi manusia bisa bikin kamu merasa terasing, dan tiba-tiba kamu sadar kalau hidupmu terasa kosong, seperti ada gelembung di sekitar kamu yang makin lama makin menyepi.
Bukan cuma soal menikmati waktu sendirian, menjaga koneksi dengan orang lain juga merupakan self-love. Karena, sebagai manusia, kita butuh interaksi, kasih sayang, dan dukungan. Hubungan yang sehat itulah yang sebenarnya membuat kita merasa berarti dan lebih utuh.
Pikirkan tentang self-love itu seperti merawat tanaman. Self-love yang sehat itu seperti memberi tanamanmu cukup air dan sinar matahari untuk tumbuh dengan baik. Cukup perawatan, tanpa berlebihan. Kamu merawatnya dengan penuh perhatian, tapi masih memberi ruang bagi tanaman untuk berkembang secara alami.
Namun, egoisme itu seperti memberi terlalu banyak air atau terlalu banyak sinar matahari, sampai tanaman itu menjadi tergantung pada perawatanmu dan akarnya mulai rusak. Begitu juga dengan kita, ketika kita terlalu fokus pada diri sendiri, kita jadi kehilangan keseimbangan dan hubungan kita dengan orang lain jadi rusak.
Bagaimana Cara Menyeimbangkan Self-Love dan Empati terhadap Orang Lain?
Kita perlu tahu kapan harus memberi perhatian pada diri sendiri, dan kapan kita harus peduli dengan orang lain.
Menyeimbangkan self-love dan empati itu nggak gampang, karena kadang kita cenderung terlalu fokus ke diri sendiri atau malah lupa merawat diri karena mikirin orang lain terus.
Ada beberapa cara yang bisa kamu coba buat menjaga keseimbangan ini supaya kamu bisa tetap bahagia dan punya hubungan yang sehat dengan orang lain.
Menjaga Batasan yang Sehat
Self-love itu bukan cuma soal menikmati waktu sendirian atau membeli barang yang kamu suka. Tapi juga soal menjaga batasan biar nggak kelebihan beban. Misalnya, kamu butuh waktu buat diri sendiri setelah ngurusin orang lain atau kerja keras sepanjang minggu.
Tapi, masalahnya, kita kadang jadi terlalu nyaman sama “me-time” yang bikin kita jadi terlalu jauh dari orang lain. Itu bisa ngerusak hubungan sosial kita , karena orang lain jadi merasa kalo kita nggak peduli sama mereka.
Tipsnya kenali kapan kamu butuh ruang pribadi tapi jangan sampai itu bikin kamu menjauh dari orang lain.
Coba misalnya setelah kamu spend waktu buat diri sendiri, balance dengan ngajak teman ngobrol atau bantu keluarga. Ini bikin kamu merasa "fit" secara mental dan tetap punya koneksi yang kuat dengan orang sekitar.
Dalam Teori Kebutuhan Maslow, ada hierarki kebutuhan, di mana setelah kita memenuhi kebutuhan dasar seperti makan dan keamanan, tahapan yang lebih tinggi nya yaitu mencapai kebutuhan afeksi dan aktualisasi diri.
Self-love membantu kita mencapai aktualisasi diri, tetapi juga perlu diimbangi dengan hubungan sosial yang sehat (kebutuhan afeksi). Jadi, keseimbangan antara me-time dan waktu dengan orang lain itu penting supaya kita bisa berkembang secara psikologis dan emosional.
Misalnya, kamu lagi capek banget dan butuh waktu buat diri sendiri. Itu oke kok, tapi jangan lupa kasih perhatian juga ke orang-orang yang butuh kamu, misalnya sekadar menanyakan kabar temen yang lagi down.
Praktikkan Empati Sambil Menjaga Diri
Empati itu penting banget, tapi jangan sampai kamu jadi "people-pleaser" yang terus-terusan berusaha menyenangkan orang lain sampai kamu kelelahan. Ingat, kamu nggak bisa bantu orang lain kalau kamu sendiri kehabisan energi.
Jadi, penting banget buat praktikkan empati, tapi juga tahu kapan waktunya buat set time untuk diri sendiri supaya nggak burnout.
Orang yang terlalu sering mengabaikan diri sendiri demi memenuhi kebutuhan orang lain umumnya lebih rentan terhadap stres dan burnout.
Kenapa? Karena mereka nggak ngasih diri mereka waktu buat recovery emosional, yang akhirnya berdampak pada kesehatan mental dan fisik mereka.
Kalau kamu lagi bantu teman atau keluarga yang sedang kesulitan, coba bikin batasan yang jelas. Kamu bisa bantu mereka dengan dengerin curhatannya, kasih saran, atau bisa bantu dengan materi juga.
Tapi, setelah itu, kamu juga perlu waktu buat mereset energi. Bisa dengan olahraga, meditasi, atau bahkan sekadar rebahan buat rehatin pikiran. Jangan terlalu merasa berutang untuk selalu membantu.
Kalau kamu nggak jaga diri, kamu malah bisa jadi nggak efektif dalam membantu orang lain.
Contohnya, kamu bantu teman yang lagi stress karena tugas kuliah. Awalnya kamu pengen bantu dia lebih lama karena kasihan. Tapi setelah beberapa jam ngobrol dan ngasih saran, kamu mulai merasa capek dan emosi juga mulai naik.
Itu tandanya kamu perlu istirahat. Kamu bisa bilang, “Aku bantu lagi besok ya, sekarang aku perlu waktu buat recharge.” Gak ada salahnya kok! Kamu juga butuh menjaga diri supaya bisa bantu teman dengan lebih baik dan nggak kehabisan energi.
Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas
Kadang kita merasa harus selalu ada buat orang lain, padahal kenyataannya itu nggak selalu perlu. Yang lebih penting itu kualitas pertemuan atau interaksi, bukan seberapa banyak waktu yang kita habiskan.
Coba pastikan setiap interaksi dengan orang lain itu bermakna. Daripada cuma hangout dan ngobrolin orang lain atau sibuk dengan gadget masing-masing, lebih baik kamu bisa mendukung mereka secara emosional atau saling memberi solusi.
Saat kamu habiskan waktu bareng orang lain, pastikan kamu juga merasa nyaman dan nggak terpaksa. Kalau terpaksa, kamu malah nggak akan bisa memberi energi positif ke orang lain.
Menurut Teori Hubungan Sosial (Social Exchange Theory), hubungan yang sehat itu terbentuk ketika kedua pihak saling memberi nilai tambah satu sama lain. Jadi, lebih baik menghabiskan sedikit waktu, tapi dengan kualitas yang lebih tinggi, daripada banyak waktu tapi nggak memberi dampak positif.
Saat kamu benar-benar mendengarkan dan peduli, mereka bakal ngerasa dihargai, dan hubunganmu jadi lebih bermakna.
Prioritaskan Waktu untuk Diri Sendiri dan Orang Lain
Kadang kita butuh time management biar nggak kebanyakan mikirin diri sendiri atau malah terlalu ngurusin orang lain. Misalnya, atur jadwal di minggu ini untuk melakukan aktivitas yang memuaskan diri, dan di waktu lain, tentukan waktu buat bertemu teman atau keluarga.
Jangan sampe overcommit ke satu hal aja, karena bisa bikin kamu kelelahan.
Pernah nggak sih, kamu ngerasa terlalu banyak memberi sampai kehabisan energi dan malah jadi marah-marah nggak jelas?
Itu contoh nyata kenapa penting buat punya waktu untuk diri sendiri. Kalau kamu nggak merawat diri, kamu nggak bisa merawat orang lain dengan maksimal.
Tantangan yang Mungkin Dihadapi
Kalau kita sudah terbiasa selalu ada untuk orang lain, kadang malah merasa bersalah ketika kita fokus ke diri sendiri.
Ditambah stigma sosial yang menganggap self-love itu egoisme bisa bikin kita mikir dua kali.
Cobalah untuk mengubah mindset dari “Aku egois” menjadi “Aku butuh waktu untuk recharge supaya bisa memberi yang lebih baik ke orang lain.” Self-love itu bukan berarti mengabaikan orang lain, tapi lebih ke menjaga kapasitasmu agar kamu bisa memberi yang terbaik tanpa merasa kehabisan energi.
Semakin kita belajar untuk menerima kebutuhan kita sendiri, semakin kita bisa mengurangi rasa bersalah tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi stigma ini adalah dengan berbicara terbuka.
Cobalah jelaskan pada teman atau keluarga kamu, "Aku lagi butuh waktu untuk diri sendiri supaya aku bisa lebih baik lagi buat kalian." Orang-orang yang peduli pasti akan mengerti dan menghargai keputusanmu.
Hak dan Kewajiban dalam Self-Love
Sebenarnya, konsep self-love nggak cuma soal merawat diri atau mengutamakan diri sendiri, tapi juga tentang menjaga keseimbangan antara kebutuhan diri dan kepedulian terhadap orang lain.
Jadi, kita punya hak untuk merawat diri sendiri. Baik secara mental, emosional, maupun fisik. Ini penting banget, karena kalau kita nggak bisa merawat diri sendiri, kita nggak akan punya cukup energi atau kapasitas untuk peduli pada orang lain.
Tapi, di sisi lain, kita juga punya kewajiban sosial untuk tidak melupakan kebutuhan orang-orang di sekitar kita. Self-love yang sehat nggak cuma mengutamakan diri, tapi juga menghormati batasan dan memperhatikan orang lain.
Self-love itu penting banget, tapi seperti yang kita bahas, keseimbangan adalah kunci. Kalau kita terlalu fokus pada diri sendiri tanpa peduli sama orang lain, bisa-bisa kita malah jadi egois dan kehilangan hubungan yang bermakna.
Tapi, di sisi lain, kalau kita terus menerus mengorbankan diri untuk orang lain, kita juga bakal kehabisan energi dan akhirnya nggak bisa memberikan dukungan dengan maksimal. Jadi, self-love yang sehat itu bukan cuma buat diri kita, tapi juga untuk orang-orang di sekitar kita.
Jadi, gimana cara menemukan keseimbangannya?
Mulailah dengan memberi waktu buat diri sendiri. Mungkin itu untuk rehat, merawat kesehatan mental, atau sekadar melakukan hal-hal yang kamu suka.
Tapi jangan lupa, peduli pada orang lain juga penting. Self-love itu bukan cuma soal menyayangi diri sendiri, tapi juga menghargai dan peduli terhadap orang lain.
Terkadang, jadi sedikit egois itu memang perlu buat menjaga kesehatan mental kita, asalkan kita tahu kapan harus balik lagi dan memberi perhatian pada orang lain. Kamu berhak merawat diri, tapi jangan lupakan keindahan dalam berbagi dan peduli pada sesama.
Coba deh, sekarang seimbangin me-time dan waktu untuk orang yang kamu sayang! Merawat diri itu penting, tapi berbagi dan peduli pada orang lain juga nggak kalah pentingnya. Jangan biarkan keseimbangan ini hilang hanya karena kita terlalu fokus pada satu sisi aja. Karena, siapa tahu, dengan memberi perhatian pada orang lain, kita justru menemukan kebahagiaan yang lebih besar!