Life Skills

Rencana Hidup vs. Kenyataan Hidup: Gimana Cara Menerima Kalau Semuanya Gak Sesuai Ekspektasi

Rahajeng Lintang Safitri
5 Feb 2025
9 read

Kita semua pasti tahu kalau Life Planning itu penting. Kalau punya rencana hidup, kita bisa lebih terarah buat ngejar mimpi.

Lo pasti mau kan berhasil atau sukses mencapai cita-cita?

Tapi terkadang, rencana yang udah kita susun ada aja yang meleset atau gagal. Hidup itu penuh kejutan dan nggak bisa selalu diprediksi.

Sedih? Kecewa? Kesel? Pasti. Wajar sih, siapa sih yang nggak pengen semuanya berjalan sesuai rencana. Tapi emang mungkin? Hidup selalu mulus kayak kulit idol korea. Kalo menurut gue sih enggak ya.

Menurut laporan Ipsos, sekitar 50% orang merasa hidupnya tidak sesuai dengan harapan, terutama terkait keuangan dan karir. Hal ini sering dipengaruhi oleh situasi ekonomi global dan faktor-faktor pribadi seperti kesehatan atau perubahan status pekerjaan.

Eitss, jangan sedih dulu. Terkadang gagal gak semenyeramkan itu kok. Kita hanya perlu “latihan” supaya bisa chill saat hidup gak sesuai ekspektasi. Belajar gimana caranya berdamai dengan keadaan itu penting loh. Supaya pas kita “jatuh” gak kritis dan ambyar.

Gimana tuh caranya? Apa yang harus kita lakukan kalau rencana hidup kita meleset atau bahkan gagal total? Nah, simak terus artikel ini ya!

Mengapa Hidup Tidak Selalu Sesuai Rencana

Kita pasti sering ngalamin, plan yang udah kita susun berantakan gitu aja. Sesimpel, punya plan buat ketemuan sama temen lama. Eh, tiba-tiba gagal karena dia ada kerjaan. Sebel kan pasti?

Apalagi kalau ngomongin plan hidup, rasanya lebih berat lagi. Misalnya, punya rencana kuliah di kampus impian atau kerja di perusahaan besar.

Eh, ujung-ujungnya harus putar haluan karena nggak lolos seleksi atau keadaan nggak mendukung. Kecewa? Ya jelas. Tapi ya, gimana lagi? Hidup emang nggak selalu sesuai sama ekspektasi kita.

Sebagai anak muda yang punya mimpi, kita seringkali terjebak di antara idealisme dan realita.

Kenyataannya, hidup nggak selalu bisa ditebak. Meski kita sudah berusaha keras dan membuat perencanaan yang matang. Ada banyak faktor di luar kendali yang bisa mengubah jalannya cerita.

Apalagi kondisi saat ini yang memang tantangannya lebih besar. Persaingan makin ketat, teknologi yang terus berkembang bikin kita harus selalu up-to-date dan memiliki keterampilan baru agar bisa bersaing di pasar global.

Ditambah lagi, perubahan ekonomi dan ketidakpastian global membuat perencanaan hidup menjadi lebih kompleks dan penuh risiko.

Menurut survei Pew Research Center, mayoritas orang muda menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan generasi orang tua mereka, terutama dalam hal membeli rumah (84%), menabung untuk masa depan (80%), dan membayar biaya pendidikan tinggi (80%)​. Hal ini bikin semuanya makin sulit.

Terus kenapa sih, kadang rencana hidup kita tuh sering gagal? Padahal kayaknya plannya tuh udah sempurna banget.

Faktornya banyak, baik dari luar maupun dari diri sendiri. Nih, biar lebih jelas, kita bahas satu-satu:

Faktor Eksternal

Salah satu faktor yang sering bikin rencana kita gagal adalah perubahan ekonomi dan politik yang nggak terduga. Ekonomi global bisa tiba-tiba ambruk, inflasi naik, atau ada resesi yang bikin semuanya serba nggak pasti.

Apalagi kalau ada pergantian pemerintahan yang bawa kebijakan baru. Bisa bikin rencana kita berantakan. Misalnya, aturan pajak yang berubah atau regulasi baru yang ribet. Bikin kita harus ekstra hati-hati dalam ngatur strategi.

Selain itu, pandemi dan bencana alam juga nggak bisa kita prediksi. Pandemi COVID-19 contohnya, bener-bener ngubah banyak hal yang tadinya kita anggap normal. PSBB, lockdown, dan protokol kesehatan bikin banyak orang harus putar otak ulang.

Nggak cuma pandemi, bencana alam kayak banjir atau gempa juga bisa bikin hidup kita jungkir balik. Semua rencana yang udah disusun dengan matang dalam sekejap bisa jadi kacau.

Faktor Internal

Namun, selain faktor eksternal, ada juga hal-hal dari dalam diri kita yang bisa bikin rencana kita meleset. Salah satunya adalah kurangnya persiapan dan rencana yang nggak realistis.

Kadang kita terlalu pede nyusun rencana tanpa mikirin hambatan yang mungkin muncul di depan. Misalnya, kita punya target nabung yang gede banget, tapi lupa ngehitung risiko atau perubahan kondisi keuangan yang bisa aja tiba-tiba mengganggu.

Selain itu, ekspektasi yang terlalu tinggi dan perfeksionisme juga sering jadi jebakan. Ketika kita terlalu berharap segala sesuatunya berjalan sempurna, bahkan kegagalan kecil pun bisa bikin kita down.

Padahal, tantangan dan perubahan itu bagian dari proses menuju impian, dan belajar menerima kegagalan kecil itu justru penting buat kita berkembang. Ingat, gak ada hal yang instan.

Bahaya Berekspektasi Terlalu Tinggi

Ekspektasi yang tinggi memang bisa memotivasi kita untuk mencapai tujuan besar. Tapi, ketika ekspektasi terlalu jauh dari kenyataan, justru bisa menimbulkan masalah.

Harapan yang tidak realistis sering membuat seseorang merasa gagal atau kecewa ketika hasil yang didapat tidak sesuai keinginan.

Dampak kalau kita punya “mimpi” yang ketinggian ini bahaya banget loh. Menurut para ahli, ekspektasi yang terlalu tinggi atau perfeksionisme dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.

Penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa orang yang memiliki standar sangat tinggi cenderung mengalami stres, kecemasan, dan bahkan depresi.

Perfeksionisme dapat menyebabkan seseorang merasa tidak pernah cukup baik, meskipun sudah berusaha keras​.

Selain itu, orang yang terjebak dalam pola pikir perfeksionis sering kali ngerasa tekanan yang berlebihan untuk mencapai kesempurnaan. Ini bisa mengarah pada burnout—keadaan kelelahan fisik dan mental yang diakibatkan oleh terlalu banyak tuntutan pada diri sendiri​.

cr: pinterest
Wah, serem juga ya. Padahal pas kecil, orang bilang kita harus punya mimpi setinggi langit. Biar kalau jatuh, jatuhnya tuh di antara bintang-bintang. Maksudnya indah gitu. Realitanya, tetep sakit juga.

Nah, meski mimpi besar itu penting dan bisa jadi bahan bakar motivasi, kita tetap harus ingat untuk menyeimbangkan harapan dengan kenyataan.

Memiliki ambisi untuk sukses itu keren. Kita harus tahu juga kapan harus berhenti dan realistis dengan langkah-langkah yang bisa diambil.

Belajar Fleksibel: Mengubah Rencana Tanpa Kehilangan Arah

Kadang dalam hidup, rencana yang udah kita susun dengan hati-hati bisa tiba-tiba meleset gara-gara hal-hal yang nggak terduga.

Daripada ngerasa terjebak atau kecewa, kita harus belajar buat tetap fleksibel dan nyesuain langkah tanpa kehilangan arah.

Fleksibilitas itu bukan berarti nyerah sama impian, tapi lebih ke kemampuan buat adaptasi dengan kondisi yang ada dan cari cara baru biar tujuan tetap tercapai.

Mengubah rencana dengan bijak itu kunci buat bertahan dan nggak ngerasa kehilangan kontrol dalam menghadapi tantangan hidup.

Evaluasi Tujuan Utama

Langkah pertama yang harus dilakukan saat rencana mulai berantakan adalah untuk kembali mengingat apa tujuan utama kita.

Misalnya, jika tujuan utama adalah mendapatkan pekerjaan yang stabil, kita harus fokus sama hal itu. Ini membantu kita tetap terarah meskipun ada perubahan dalam rencana.

Misalnya, awalnya lo pengen banget melamar kerja di perusahaan besar, tapi ternyata gagal. Mungkin, lo bisa mulai cari kerja di tempat yang lebih kecil atau coba magang dulu buat nambah pengalaman.

Identifikasi Apa yang Gagal dan Mengapa

Setelah kita menyadari bahwa rencana kita tidak berjalan sesuai harapan, penting untuk menganalisis apa yang salah.

Apakah ada faktor eksternal seperti kondisi pasar kerja yang berubah atau faktor internal seperti kurangnya keterampilan yang diperlukan?

Misalnya, kalau gagal dapetin pekerjaan yang lo pengenin, mungkin waktunya buat update resume, upgrade skill, atau bahkan coba cari posisi di industri yang lagi berkembang.

Buat Alternatif Rencana

Ketika kita menghadapi kegagalan, langkah berikutnya adalah membuat alternatif yang lebih fleksibel. Ini bisa berarti mencari solusi yang lebih masuk akal atau mengeksplorasi jalur karier yang berbeda.

Misalnya, kalau pekerjaan impian lo masih jauh banget, coba deh beralih ke peluang freelance atau proyek sampingan yang relevan. Ini bakal kasih lo ruang buat belajar, berkembang, dan nambah pengalaman sambil nunggu peluang yang lebih gede datang.

Fokus Pada Sumber Daya yang Ada

Jika rencana pertama nggak berhasil, coba deh liat apa yang udah kita punya sekarang yang bisa dimanfaatin buat capai tujuan tersebut.

Misalnya, keterampilan, pengalaman, jaringan, atau bahkan waktu yang tersedia.

Kalau lo punya skill desain grafis dan pekerjaan yang lo inginin di bidang lain nggak ada, lo bisa mulai tawarin jasa freelance buat ngebangun portofolio atau cari peluang di perusahaan kecil yang lebih fleksibel.

Tetapkan Tujuan Jangka Pendek dan Panjang yang Realistis

Setelah bikin rencana baru, pastiin tujuan yang lo tetapkan realistis dan bisa dicapai baik dalam jangka pendek maupun panjang.

Tujuan jangka pendek yang tercapai bakal bikin lo tetep semangat dan terus maju, sementara tujuan jangka panjang ngasih arah yang jelas.

Tujuan jangka pendek bisa jadi nge-update profil LinkedIn dan ngelamar ke 5 perusahaan dalam seminggu. Ssementara tujuan jangka panjangnya adalah kerja di startup keren setelah dapetin pengalaman dan skill yang dibutuhkan.

Lakukan Evaluasi Rutin

Setelah nerapin rencana baru, penting banget buat evaluasi lagi setiap beberapa minggu atau bulan. Ini bantu kita lihat apakah rencana yang kita jalanin efektif atau butuh penyesuaian.

Setelah beberapa bulan, kita bisa ngecek apakah pekerjaan freelance yang diambil udah cukup nambah pengalaman dan apakah kita siap untuk melamar kerja tetap lagi atau masih perlu nambahin skill lebih lanjut.

Pahami Bahwa Hidup Memang Nggak Bisa Diprediksi!

Seberapa pun matang rencana kita, ada faktor-faktor yang nggak bisa dikontrol: kondisi ekonomi, kesehatan, bahkan keputusan orang lain.

Psikolog Viktor Frankl mengingatkan bahwa kita mungkin nggak bisa mengubah situasi, tapi kita selalu bisa mengubah cara pandang kita. Menerima ketidakpastian bukan berarti menyerah, tapi sadar bahwa nggak semua hal ada di tangan kita.

“Saat kamu nggak bisa mengontrol situasi, kamu masih bisa mengontrol responmu.”

Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan: Kontrol Ekspektasi, Kendalikan Reaksi

Tapi, terkadang masih sulit buat kita menerima realita yang ada. Apalagi saat segala sesuatu gak berjalan sesuai rencana. Nah, stoikisme bisa jadi salah satu cara buat bantu kita ngehadapinnya.

Apa sih stoikisme itu?

Stoikisme itu filosofi yang lahir dari zaman Yunani dan Romawi. Intinya sih ngajarin kita buat nerima aja hal-hal yang di luar kendali kita, dan fokus ke apa yang bisa kita kontrol.

Prinsip ini cocok banget buat ngebantu kita jaga keseimbangan hidup, apalagi pas lagi ngerasa tertekan atau hidup gak sesuai harapan.

Sebenernya, stoikisme ngajarin apa aja sih? Nah, simak terus ya!

Kenali Perbedaan Antara yang Bisa dan Tidak Bisa Dikendalikan

Salah satu ajaran utama dalam stoikisme adalah pemisahan antara apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak bisa kita kendalikan.

Dalam hidup, banyak hal yang berada di luar kendali kita—cuaca, perilaku orang lain, atau bahkan beberapa aspek dari karier kita.

Filosofi ini mengajarkan kita untuk hanya fokus pada aspek yang ada dalam jangkauan kita, seperti sikap, reaksi, dan keputusan kita sendiri.

Misalnya, lo udah dateng ke kampus buat kuliah. Terus tiba-tiba dosen mendadak ngebatalin kuliah. Nah, daripada kesel dan badmood, mending lo manfaatin waktu itu buat ngerjain tugas lain atau nongkrong sama temen. Daripada fokus ke emosi “marah” mending langsung switch plan lain yang bisa dikendalikan.

Menjaga Ketenangan Mental dengan Kontrol Diri

Stoikisme mengajarkan pentingnya kontrol diri, yaitu kemampuan untuk tidak terguncang oleh emosi eksternal atau situasi yang menantang. Kita bisa mengelola emosi dengan bijak.

Misalnya dengan mengambil napas dalam-dalam atau memberi diri kita waktu untuk berpikir. Pikirkan Jalan keluar yang tepat dan efektif dari masalah yang kita hadapi.

Dalam situasi stres, misalkan ada deadline tugas mepet. Bukannya panik atau menyerah pada rasa takut, kita bisa memilih untuk tenang, membagi tugas menjadi langkah-langkah kecil, dan menyelesaikannya satu per satu.

Berlatih Bersyukur dan Fokus pada Hal-Hal Positif

Salah satu cara stoikisme mengajarkan kita untuk menjaga keseimbangan hidup adalah dengan menghargai apa yang kita miliki. Bukan berfokus pada apa yang kita tidak miliki.

Setiap hari, kita bisa berlatih untuk bersyukur atas hal-hal yang baik dalam hidup. Entah itu hubungan yang sehat, tempat tinggal yang nyaman, atau bahkan hal-hal kecil lain yang sering kita abaikan.

Misalnya, pas lagi capek atau frustrasi, coba deh ingetin diri buat bersyukur atas apa yang kita punya, kayak pekerjaan yang masih jalan atau tubuh yang masih sehat. Itu bisa bantu ngebalance pikiran dan bikin kita lebih positif lagi.

Mengubah Pandangan Terhadap Tantangan

Menurut filsuf Stoik, seperti Seneca dan Epictetus, tantangan dalam hidup bukanlah hambatan, melainkan kesempatan untuk mengasah karakter kita.

Setiap kegagalan atau kesulitan yang kita hadapi adalah cara untuk belajar dan tumbuh. Jadi daripada melihatnya sebagai beban, kita bisa melihatnya sebagai peluang untuk menjadi lebih kuat.

Menerima Ketidakpastian dengan Kedamaian

Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima bahwa ketidakpastian adalah bagian dari hidup. Alih-alih coba buat mengontrol semuanya, kita perlu belajar untuk menerima.

Ada banyak hal yang tidak kita ketahui atau yang bisa berubah kapan saja. Dengan menerima ketidakpastian, kita bisa mengurangi kecemasan dan stres yang berlebihan.

cr: pinterest

Misalnya, pas lagi dihadapin sama masa depan yang nggak pasti, kayak pas milih karier atau ambil keputusan besar lainnya. Asal udah melakukan usaha terbaik, kita bisa coba santai dan gak overthinking sama apapun hasilnya nanti.

4 Ajaran Hidup Bahagia dan Nggak Overthinking ala Filosofi Stoicisme (Tips Bahagia dalam 5 Menit)

Nerapin prinsip stoik dalam hidup sehari-hari bisa bantu kita jaga keseimbangan dan ketenangan mental. Meskipun dihadapkan tekanan atau situasi yang nggak sesuai harapan.

Filosofi ini ngingetin kita. Meskipun nggak bisa ngontrol semuanya, kita tetap punya kontrol penuh atas sikap dan reaksi kita.

Penutup

Menerima realita yang ada bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika rencana hidup kita nggak berjalan sesuai harapan. Terkadang, kenyataan hidup bisa jauh berbeda dari apa yang kita bayangkan. Hal ini bisa bikin kita merasa kecewa dan gagal dalam hidup.

Kalau kita punya kemampuan buat beradaptasi, kita bisa lebih siap buat hadapin segala tantangan yang datang. Ketika rencana pertama kita meleset, ingat! Itu bukan berarti semuanya berakhir, malah justru jadi kesempatan buat kita belajar, berkembang, dan jadi lebih kuat.

Menerima realita yang ada bukan berarti kita harus pasrah dan nyerah begitu aja. Ini lebih soal gimana kita bisa bangkit setelah jatuh, terus berusaha, dan tetep positif meskipun semuanya nggak sesuai ekspektasi.

Hidup itu penuh kejutan, nggak selalu bisa diprediksi, dan kadang rencana kita bisa terhalang oleh faktor-faktor yang nggak kita kontrol. Tapi yang penting, kita belajar buat nerima kenyataan dengan lapang dada dan tetap terus bergerak maju.