Belajar Bilang ‘It’s Okay’: Tips Buat Menerima Diri Apa Adanya

Sela Marlina
9 Feb 2025
8 read
You don’t have to be perfect to be loved, especially by yourself.

Menerima diri itu kayak kasih pupuk ke tanaman.Nggak bikin tanaman langsung tumbuh tinggi, tapi bikin akarnya lebih kuat.

Sama halnya dengan diri kita, penerimaan itu langkah awal supaya kita bisa terus tumbuh.

Kita hidup di era yang serba cepat dan penuh tekanan.
Media sosial setiap hari penuh dengan cerita orang-orang yang terlihat produktif, sukses, dan punya hidup yang seakan sempurna.

Di sisi lain, kita sering merasa stuck. Nggak cukup pintar, nggak cukup menarik, atau bahkan nggak cukup layak untuk dihargai.

Tekanan untuk jadi “versi terbaik dari diri sendiri” ini sering bikin kita lupa satu hal penting: nggak apa-apa kalau kita nggak selalu sempurna.

Seberapa sering kamu bisa bilang “It’s okay” ke diri sendiri saat semuanya nggak berjalan sesuai rencana?

Salah sedikit, langsung kritik. Gagal? Langsung merasa nggak layak.

Hasilnya, kita terjebak di lingkaran cemas, overthinking, dan rasa nggak percaya diri yang bikin hidup terasa semakin berat.

Menurut survei Cigna 2023, hampir setengah Gen Z (usia 18-24 tahun) merasa stres hampir setiap hari.

Tekanannya datang dari ekonomi yang nggak jelas, tuntutan kerja yang makin tinggi, sampai media sosial yang sering bikin kita ngerasa hidup kita nggak cukup keren.

Contohnya, habis lihat orang lain liburan atau dapat promosi, langsung muncul pikiran, “Kok aku gini-gini aja, ya?”

Self-criticism yang berlebihan bikin kita lebih rentan terhadap masalah mental seperti kecemasan, kelelahan emosional, sampai burnout.

Rasanya, bukannya maju, kita malah sibuk memikirkan apa yang salah dan membandingkan diri dengan orang lain.

Kalau sudah begini, gimana kita bisa upgrade diri atau membahagiakan orang lain?

Kita terus-terusan mencari validasi yang nggak pernah terasa cukup.

Makanya, artikel ini hadir untuk kamu yang sudah lelah jadi musuh paling kejam buat diri sendiri.

Kita akan bahas cara berdamai dengan diri sendiri, salah satunya lewat langkah sederhana. Belajar bilang, “It’s okay.”

Tapi, sebelum kita bahas gimana caranya belajar bilang ‘It’s okay,’
Kita perlu tahu dulu nih, apa sih yang paling  bikin kita sering banget nyalahin diri sendiri.

Kenapa Kita Sering Menyalahkan Diri Sendiri?

Salah satu alasannya terletak pada cara kita memandang diri kita, yang sering kali dipengaruhi oleh standar eksternal.

Sejak kecil, banyak dari kita diajarkan bahwa nilai diri kita diukur dari apa yang kita capai. Nilai bagus di sekolah, pekerjaan bergengsi, atau pengakuan dari orang lain.

Menurut Carl Rogers, seorang psikolog humanistik, banyak dari kita terjebak dalam conditional positive regard rasa dihargai yang hanya muncul ketika kita memenuhi standar tertentu.

Ketika ekspektasi itu nggak terpenuhi, kita merasa gagal dan tidak layak dicintai.
Inilah yang kemudian menjadi akar dari self-criticism yang berlebihan.  Kita mencoba memenuhi standar yang sering kali nggak realistis untuk mendapatkan validasi, baik dari diri sendiri maupun orang lain.

Di era media sosial, tekanan ini semakin menjadi-jadi.
Platform seperti Instagram dan TikTok membuat kita terus membandingkan hidup kita dengan versi terbaik orang lain.

Hasilnya?

Kita sering terjebak dalam lingkaran overthinking, self-doubt, dan bahkan rasa iri yang sulit dihentikan.

Setelah memahami apa yang sering membuat kita terlalu keras pada diri sendiri, saatnya kita mengenal konsep penting yang bisa jadi solusi: penerimaan diri.

Kenapa Menerima Diri Itu Nggak Cuma Soal Diri Kita Aja?

Menerima diri sendiri terdengar seperti perjalanan personal yang hanya berdampak pada diri sendiri, kan?

Padahal kenyataannya, penerimaan diri punya efek yang lebih luas. Nggak cuma bikin kita lebih bahagia, tapi juga bikin relasi kita dengan orang lain jadi lebih sehat. Yuk, kita bahas satu per satu manfaatnya.

1. Efek Positif untuk Kesehatan Mental

Coba pikir, berapa banyak energi yang kamu habiskan untuk terus mengkritik diri sendiri? Misalnya, pas kamu bikin kesalahan kecil di pekerjaan atau tugas kuliah, otak langsung sibuk memutar ulang kejadian itu dan bikin kamu overthinking.

“Aduh, kok aku bego banget sih tadi?” atau “Gimana kalau mereka mikir aku nggak kompeten?”

Bayangkan kalau energi itu dipakai buat hal yang lebih produktif, seperti memikirkan solusi atau belajar dari kesalahan. Di sinilah penerimaan diri berperan besar.

Dengan bilang “It’s okay, aku masih belajar” ke diri sendiri, kamu memberikan ruang untuk bernafas dan menurunkan tekanan yang sebenarnya kamu ciptakan sendiri.

Penelitian dari University of California, Berkeley tahun 2023 menemukan bahwa orang dengan penerimaan diri yang tinggi memiliki tingkat kebahagiaan lebih baik dan lebih tahan terhadap stres.

Mereka lebih jarang merasa cemas atau terjebak dalam siklus overthinking, karena mereka bisa membedakan mana masalah yang perlu diselesaikan dan mana yang bisa dibiarkan berlalu.

Bayangkan kamu gagal menjawab pertanyaan penting saat presentasi di depan dosen atau atasan. Tanpa penerimaan diri, mungkin kamu akan terus menyalahkan diri sepanjang hari, bahkan sampai nggak bisa tidur malamnya.

Tapi dengan penerimaan diri, kamu bisa berpikir, “Oke, aku kurang persiapan tadi. Besok aku bakal latihan lebih banyak biar lebih siap.” Hasilnya? Kamu belajar, tapi tanpa mengorbankan kesehatan mentalmu.

2. Relasi yang Lebih Baik dengan Orang Lain

Pernah nggak sih, kamu merasa gampang kesal sama orang lain?

Mungkin kamu sering memperhatikan kesalahan kecil mereka atau merasa sulit menerima kekurangan teman atau pasangan. Sering kali, ini sebenarnya cerminan dari bagaimana kita memandang diri sendiri.

Ketika kita belum nyaman dengan kekurangan diri, kita cenderung lebih mudah mengkritik atau menghakimi orang lain.

Tapi kalau kita sudah menerima diri kita apa adanya, kita jadi lebih santai menghadapi orang lain. Kita nggak lagi mencari kesalahan mereka untuk “menyamakan skor,” karena hati kita sudah cukup penuh dengan penerimaan.


Bayangkan hati kita seperti gelas. Kalau gelas itu kosong, kita akan sibuk mencari pengakuan atau validasi dari orang lain, yang kadang bikin kita jadi nggak tulus. Tapi kalau gelas itu penuh, kita bisa memberi tanpa merasa kehilangan.

Kita jadi lebih mudah memuji orang lain, memaafkan kesalahan mereka, atau bahkan hanya sekadar mendengarkan tanpa menghakimi.

3. Lebih Berani Mengambil Risiko dan Belajar dari Kesalahan

Salah satu manfaat terbesar dari menerima diri adalah keberanian untuk mencoba hal baru tanpa takut gagal.

Ketika kamu sadar bahwa kekurangan atau kesalahan bukan akhir dari segalanya, kamu jadi lebih percaya diri untuk keluar dari zona nyaman.

Menerima diri artinya mengerti bahwa gagal adalah bagian dari proses. Ketika kita nggak lagi terlalu takut salah, kita membuka peluang untuk belajar lebih banyak. Bayangkan seperti belajar naik sepeda waktu kecil.

Kalau kamu berhenti setelah jatuh sekali, kamu nggak akan pernah bisa merasakan serunya bersepeda. Tapi dengan penerimaan diri, kamu bisa bilang, “Jatuh nggak apa-apa, aku akan coba lagi sampai bisa.”

Menerima diri bukan hanya soal merasa nyaman dengan siapa kita, tapi juga membuka pintu untuk hubungan yang lebih baik, keberanian untuk mencoba hal baru, dan yang paling penting rasa damai dengan diri sendiri.

Siapa tahu, dengan langkah kecil ini, kamu juga bisa memberikan dampak positif ke orang-orang di sekitarmu.

Tips Praktis untuk Memulai Perjalanan Menerima Diri

Latihan Self-Talk Positif

Misalnya, ketika gagal dalam wawancara kerja. Daripada langsung menyalahkan diri sendiri dengan berkata, “Aku memang nggak cukup pintar untuk posisi ini,” coba ubah jadi, “Wawancara ini jadi pengalaman bagus buat aku belajar. Aku akan lebih siap untuk kesempatan berikutnya.”

What you say to yourself matters more than what others say about you.

Batasi Perbandingan dengan Orang Lain

Temen-temen seumuran udah kerja disini, udah punya ini itu dan lainnya.

Kemudian kita ngerasa “gaada apa-apanya” padahal, bisa aja kita lebih baik dari dia atau punya kelebihan yang nggak kita sadari. Terlebih kita hanya melihat reel mereka, bukan keseluruhan hidupnya.

Kalau mulai ngerasa insecure gara-gara ini, coba deh atur ulang waktu kamu di media sosial. Kalau perlu, follow akun-akun yang bikin kamu semangat atau kasih inspirasi, bukan yang bikin kamu merasa kurang terus.

Ingat, setiap orang punya jalannya masing-masing, dan hidup itu bukan kompetisi.

Contohnya, kalau kamu lihat temen yang kariernya udah jauh di depan, jangan buru-buru mikir kamu tertinggal.

Fokus aja ke pencapaian yang udah kamu raih. Misalnya, “Aku bangga bisa bertahan di pekerjaan yang aku suka, meskipun jalannya nggak selalu mulus.”

Kadang, apresiasi kecil kayak gini cukup banget buat bikin hati lebih tenang.

Tuliskan Kelebihan dan Kekuranganmu

Kadang tuh, kita sibuk banget ngelihat apa yang salah sama diri kita sampai lupa kalau sebenarnya kita juga punya kelebihan yang luar biasa.

Yuk, coba ambil waktu sebentar untuk benar-benar jujur sama diri sendiri. Ambil kertas, terus tulis dua hal: kelebihan di satu sisi, kekurangan di sisi lainnya.

Misalnya, kelebihanmu adalah kamu sabar, kreatif, atau selalu peduli sama detail kecil. Di sisi lain, mungkin kamu merasa butuh banget belajar manajemen waktu.

Dengan cara ini, kamu jadi nggak cuma fokus ke satu sisi aja, entah itu kelemahan atau kekuatan. Kamu bakal lihat gambaran yang lebih utuh tentang siapa kamu sebenarnya.

Fokus pada Proses, Bukan Hasil

Ini nih, satu pelajaran penting.

Hidup itu kayak maraton, bukan sprint. Kalau kamu cuma fokus ke hasil, kamu bakal gampang banget merasa capek, karena lupa buat menikmati prosesnya.

Apa gunanya sampai ke garis akhir kalau sepanjang perjalanan kamu malah ngerasa nggak bahagia?

Coba mulai belajar menghargai langkah-langkah kecil yang udah kamu ambil.

Misalnya, saat kamu lagi belajar sesuatu yang baru, kayak desain grafis atau masak, nikmati tiap prosesnya.

Ketika kamu berhasil ngerti teknik baru atau dapet feedback yang positif, kasih waktu buat diri sendiri merasa bangga.

Bayangkan diri kamu kayak bunga yang lagi tumbuh. Kamu nggak bisa paksa bunga itu buat mekar lebih cepat, kan? Tapi kalau kamu rajin nyiramin dan merawatnya, pada waktunya dia bakal mekar dengan indah.

Sama halnya dengan dirimu nggak perlu buru-buru, yang penting kamu terus maju.

Meningkatkan Spiritualitas atau Rasa Syukur

Kadang tuh, kita merasa nggak cukup karena terlalu fokus sama apa yang belum kita miliki.
Padahal, kalau kita mau berhenti sebentar dan ngelihat apa yang sudah ada, rasa syukur itu bisa bikin hati kita jauh lebih damai.

Coba deh setiap hari tulis tiga hal yang kamu syukuri.
Nggak perlu sesuatu yang besar kok.

Hal-hal kecil seperti kopi hangat di pagi hari, pelukan dari orang terdekat, atau bahkan cuaca yang cerah juga bisa bikin kamu lebih sadar bahwa hidup ini nggak seburuk itu.

Misalnya, kamu bisa bilang ke diri sendiri,
“Aku bersyukur punya teman-teman yang selalu mendukungku, meskipun aku belum mencapai semua targetku. Mereka adalah kekuatanku.”

Rasa syukur yang sederhana bisa jadi awal yang besar untuk membangun penerimaan diri.

Ketika kamu mulai fokus pada hal-hal baik yang sudah ada, perlahan kamu juga belajar menerima bahwa hidup itu nggak harus sempurna untuk bisa dinikmati.

Dari sini, kita bisa melihat bahwa menerima diri bukan berarti berhenti bermimpi atau berusaha. Sebaliknya, ini adalah cara untuk membebaskan diri dari kritik yang menghambat, dan memberikan ruang untuk tumbuh dengan lebih bijak.

Menerima diri , bukan berarti menyerah atau pasrah pada keadaan, tapi soal memberi ruang bagi diri sendiri untuk belajar dan tumbuh.

Dengan bilang “It’s okay”, kita bisa melepaskan beban kritik berlebihan dan fokus pada usaha nyata untuk menjadi versi terbaik diri kita.

Penerimaan diri juga membantu kita memahami bahwa kesalahan dan kegagalan adalah bagian dari proses, bukan akhir dari segalanya.

Ini bukan tentang berhenti mencoba, tapi tentang mencoba dengan cara yang lebih sehat, lebih tenang, dan lebih bijak.

Jadi, kapan terakhir kali kamu bilang “It’s okay” ke diri sendiri? Mulailah sekarang, karena kamu layak dicintai, dihargai, dan diterima, terutama oleh dirimu sendiri. Tetaplah berusaha, tapi jangan lupa untuk memberi dirimu penghargaan yang layak atas setiap langkah kecil yang sudah diambil.

REFERENSI:
https://www.cigna.com.hk/iwov-resources/docs/Cigna-360-Global-Well-being-Survey.PDF

https://youtu.be/KQN0RHq1P1E?si=K_efWj19ODqhWYl0

https://youtu.be/AD1TLJHUD8o?si=lDIanTr-0JKHZE2B

https://youtu.be/xy5vGgM_ajo?si=WWlwkrzobyUDrnri

https://youtu.be/NCdZdlZGUR0?si=AOqdYVKJbPXXSUto

https://rsj.acehprov.go.id/berita/kategori/artikel/alasan-utama-gen-z-rentan-kena-masalah-mental-menurut-studi

https://www.akseleran.co.id/blog/gen-z-paling-stres-di-tempat-kerja/